Manusia hidup dijagat raya ini sangat membutuhkan air, air juga merupakan sumber kehidupan karena tanpa air hampir-hampir makhluk hidup ini sulit untuk hidup, begitu juga manusia sangat membutuhkan air sehingga tanpa air manusia akan kalang kabut. Manusia membutuhkan air untuk minum, mandi, memcuci, buang air baik buang air kecil ataupun besar, wudlu , menyiram tanaman dan lain sebagainya.
Dalam pembahasan ini kita akan sampaikan berbagai macam fiqih terutama fiqih thoharah ( bersuci ) dan lebih spisifik lagi kaitannya dengan istinja’ dan istijmar. Penulis percaya bahwa kaum muslimin sudah belajar masalah ini tapi tiada salahnya kita ulas kembali sebagai renungan dan pembekalan barangkali ada hal-hal pernah terlewatkan.
ETIKA BUANG AIR
1. Ia mencari tempat yang sepi dari manusia dan jauh dari penglihatan mereka, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hendak buang besar, maka beliau pergi hingga tidak dilihat siapapun.” ( Diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi )
“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah kalian dari La'anaini." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa La'anini itu?" Beliau menjawab: "Orang yang buang hajat di jalan manusia atau di tempat berteduhnya mereka”
Larangan ini secara mujmal baik di dalam kampung atau kota ataupun masuk kebun bahkan mungkin di hutan. Bagaimana seseorang tidak sembarangan buang hajat terutama BAB ( buang air besar ) karena bisa merugikan orang lain. Dia harus mencari tempat yang tersembunyi aman dari pandangan manusia juga aman dari injakan. Begitu juga tidak buang hajat di tempat air yang biasa dipakai baik mandi cuci atau untuk minum.
2. Tidak membawa masuk apa saja yang di dalamnya terdapat dzikir kepada Allah, karena diriwayatkan bahwa Rasulullah mengenakan cincin yang ada tulisan Rasulullah, namun jika beliau masuk WC beliau melepasnya. ( Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia menshahihkannya)
3. Masuk kedalam toilet dengan mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan) atau AL KHUBUTSI WAL KHABA`ITS (Aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan. ( HR. Tirmidzi )
4. Tidak mengangkat pakaiannya sampai auratnya terbuka.
Apabila Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam hendak buang hajat beliau tidak mengangkat kainnya hingga hampir menyentuh tanah.( HR. TIRMIDZI )
5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air kecil, atau buang air besar,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang kita menghadap dua kiblat (Makkah dan Baitul Maqdis) pada saat buang air besar atau buang air kecil”. ( Abu Daud )
Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Jika engkau buang hajat maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, baik buang air besar ataupun air kecil. Akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat." ( HR. Tirmidzi )
6. Tidak buang air kecil, atau buang air besar di tempat berteduh mereka, atau dijalan mereka, atau di air mereka, atau di pohon mereka yang berbuah.
7. Tidak mengobrol ketika sedang buang air besar.
“Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah dua orang laki-laki pergi ke tempat buang hajat dalam keadaan membuka aurat keduanya, lalu bercakap-cakap, karena sesungguhnya Allah 'azza wajalla membenci demikian." (HR. Abu Daud)
Penulis pernah suatu saat berjalan-jalan dibantaran sungai tanpa sengaja melihat orang buang air besar laki-laki dan perempuan berdekatan kurang lebih jaraknya 5 m dan saling berbincang. Ini merupakan sesuatu yang sangat memilukan laki-laki saja dilarang saling berdekatan apalagi berbicara satu sama lain, ini bahkan lawan jenis. Na’udzubillah semoga Allah menjauhkan dari sifat khilaf.
ISTIJMAR DAN ISTINJA’
Istijmaar berlaku apakah seseorang menggunakan batu atau kertas tisu, meskipun tersedia air, tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal ini.
Ibn al-Qayyim berkata : ada konsensus di kalangan umat Islam hal ini diperbolehkan untuk menggunakan batu atau istijmaar baik di musim dingin dan musim panas. (Ighaathat al-Lahfaan (1 / 151)
Imam muslim meriwayatkan ketika melakukan istijmar menggunakan batu, dinyatakan bahwa orang harus menghapus tiga kali atau lebih dalam rangka untuk membersihkan tempat itu dengan benar. bahwa Salman al-Faarisi berkata: "Nabi melarang kita untuk membersihkan diri kita sendiri dengan menggunakan kurang dari tiga batu."
Sedang istinja’ dengan menggunakan air itu lebih baik sebagaimana riwayat Muslim (271), An-Nasa’I (45 )
Dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman -radhiallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah bersabda:
“Ditanyakan kepadanya, “(Apakah) Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu hingga adab beristinja?” Abdurrahman berkata, “Salman menjawab, “Ya. Sungguh beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar dan saat buang air kecil, serta beliau melarang kami untuk beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim no. 262) Bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:Dari Abu Hurairah ia berkata:
“Barangsiapa yang berwudhu maka hendaknya beristintsar (mengeluarkan air dari hidungnya), dan barangsiapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah dia mengganjilkan jumlah (batu) nya.” (HR. Muslim no. 239)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: Dari Abu Qatadah ia berkata,
“Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam bejana saat minum.” (HR. Al-Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
Rasulullah -shallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:Dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata,
Dalam pembahasan ini kita akan sampaikan berbagai macam fiqih terutama fiqih thoharah ( bersuci ) dan lebih spisifik lagi kaitannya dengan istinja’ dan istijmar. Penulis percaya bahwa kaum muslimin sudah belajar masalah ini tapi tiada salahnya kita ulas kembali sebagai renungan dan pembekalan barangkali ada hal-hal pernah terlewatkan.
ETIKA BUANG AIR
1. Ia mencari tempat yang sepi dari manusia dan jauh dari penglihatan mereka, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hendak buang besar, maka beliau pergi hingga tidak dilihat siapapun.” ( Diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi )
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِم
“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah kalian dari La'anaini." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa La'anini itu?" Beliau menjawab: "Orang yang buang hajat di jalan manusia atau di tempat berteduhnya mereka”
Larangan ini secara mujmal baik di dalam kampung atau kota ataupun masuk kebun bahkan mungkin di hutan. Bagaimana seseorang tidak sembarangan buang hajat terutama BAB ( buang air besar ) karena bisa merugikan orang lain. Dia harus mencari tempat yang tersembunyi aman dari pandangan manusia juga aman dari injakan. Begitu juga tidak buang hajat di tempat air yang biasa dipakai baik mandi cuci atau untuk minum.
2. Tidak membawa masuk apa saja yang di dalamnya terdapat dzikir kepada Allah, karena diriwayatkan bahwa Rasulullah mengenakan cincin yang ada tulisan Rasulullah, namun jika beliau masuk WC beliau melepasnya. ( Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia menshahihkannya)
3. Masuk kedalam toilet dengan mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكََ مِنْ الْخُبْثِ وَالْخَبِيثِ أَوْ الْخُبُثِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan) atau AL KHUBUTSI WAL KHABA`ITS (Aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan. ( HR. Tirmidzi )
4. Tidak mengangkat pakaiannya sampai auratnya terbuka.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ الْحَاجَةَ لَمْ يَرْفَعْ ثَوْبَهُ حَتَّى يَدْنُوَ مِنْ الْأَرْضِ
Apabila Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam hendak buang hajat beliau tidak mengangkat kainnya hingga hampir menyentuh tanah.( HR. TIRMIDZI )
5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air kecil, atau buang air besar,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَتَيْنِ بِبَوْلٍ أَوْ غَائِطٍ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang kita menghadap dua kiblat (Makkah dan Baitul Maqdis) pada saat buang air besar atau buang air kecil”. ( Abu Daud )
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا
Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Jika engkau buang hajat maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, baik buang air besar ataupun air kecil. Akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat." ( HR. Tirmidzi )
6. Tidak buang air kecil, atau buang air besar di tempat berteduh mereka, atau dijalan mereka, atau di air mereka, atau di pohon mereka yang berbuah.
7. Tidak mengobrol ketika sedang buang air besar.
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْرُجْ الرَّجُلَانِ يَضْرِبَانِ الْغَائِطَ كَاشِفَيْنِ عَنْ عَوْرَتِهِمَا يَتَحَدَّثَانِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ
“Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah dua orang laki-laki pergi ke tempat buang hajat dalam keadaan membuka aurat keduanya, lalu bercakap-cakap, karena sesungguhnya Allah 'azza wajalla membenci demikian." (HR. Abu Daud)
Penulis pernah suatu saat berjalan-jalan dibantaran sungai tanpa sengaja melihat orang buang air besar laki-laki dan perempuan berdekatan kurang lebih jaraknya 5 m dan saling berbincang. Ini merupakan sesuatu yang sangat memilukan laki-laki saja dilarang saling berdekatan apalagi berbicara satu sama lain, ini bahkan lawan jenis. Na’udzubillah semoga Allah menjauhkan dari sifat khilaf.
ISTIJMAR DAN ISTINJA’
Istijmaar berlaku apakah seseorang menggunakan batu atau kertas tisu, meskipun tersedia air, tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal ini.
Ibn al-Qayyim berkata : ada konsensus di kalangan umat Islam hal ini diperbolehkan untuk menggunakan batu atau istijmaar baik di musim dingin dan musim panas. (Ighaathat al-Lahfaan (1 / 151)
Imam muslim meriwayatkan ketika melakukan istijmar menggunakan batu, dinyatakan bahwa orang harus menghapus tiga kali atau lebih dalam rangka untuk membersihkan tempat itu dengan benar. bahwa Salman al-Faarisi berkata: "Nabi melarang kita untuk membersihkan diri kita sendiri dengan menggunakan kurang dari tiga batu."
Sedang istinja’ dengan menggunakan air itu lebih baik sebagaimana riwayat Muslim (271), An-Nasa’I (45 )
Dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman -radhiallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah bersabda:
قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“Ditanyakan kepadanya, “(Apakah) Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu hingga adab beristinja?” Abdurrahman berkata, “Salman menjawab, “Ya. Sungguh beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar dan saat buang air kecil, serta beliau melarang kami untuk beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim no. 262) Bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:Dari Abu Hurairah ia berkata:
“Barangsiapa yang berwudhu maka hendaknya beristintsar (mengeluarkan air dari hidungnya), dan barangsiapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah dia mengganjilkan jumlah (batu) nya.” (HR. Muslim no. 239)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: Dari Abu Qatadah ia berkata,
قالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ
“Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam bejana saat minum.” (HR. Al-Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
Rasulullah -shallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:Dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata,
“Janganlah kalian beristinja` dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang, karena sesungguhnya dia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin.” (HR. Abu Daud no. 39, At-Tirmizi no. 18, dan An-Nasai no. 39)
Penjelasan ringkas:
Diantara kemudahan yang diberikan oleh syariat adalah bolehnya istijmar yaitu bersuci dari buang air dengan menggunakan batu atau yang semisalnya, dengan syarat benda-benda itu kering lagi bisa menyerap air serta bukan benda yang dilarang oleh syariat, misalnya: Tisu kering, daun kering, kertas, dan seterusnya.
Perlu diketahui bahwa istijmar bukanlah pengganti dari bersuci dengan air, akan tetapi dia merupakan alternatif yang juga bisa dilakukan walaupun ada air, walaupun tentu saja yang lebih utama adalah bersuci dengan menggunakan air karena dia merupakan asal alat bersuci dan lebih membersihkan najis.
Dari dalil-dali di atas, ada beberapa perkara yang perlu diketahui berkenaan dengan istijmar -selain dari apa yang baru saja kami sebutkan-:
1. Wajib menggunakan minimal tiga batu atau tiga lembar tisu, dan seterusnya. Karenanya jika dengan dua batu saja najis sudah hilang maka wajib untuk menambah batu ketiga, karena tidak boleh istijmar kurang dari tiga batu berdasarkan hadits Salman di atas.
"Seseorang bertanya kepadaku, 'Apakah temanmu (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarimu sampai masalah buang hajat? 'Aku menjawab, 'Ya, beliau shallallahu 'alaihi wasallam melarang kami menghadap kiblat sewaktu buang air besar atau buang air kecil, atau bersuci dengan tangan kanan atau hanya mencukupkan (bersuci) dengan batu kurang dari tiga." ( HR. Nasa’I ) Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ishaq bin Rahawaih.
2. Tidak boleh istijmar dengan menggunakan satu batu besar lalu mengusap najis pada ketiga sisi batu tersebut. Yaitu dengan mengunakan beberapa batu kerikil.
3. Wajibnya untuk mengganjilkan jumlah batu yang dipakai istijmar berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas. Karenanya jika najisnya sudah hilang hanya dengan 4 batu maka dia wajib untuk menambah batu kelima, dan demikian seterusnya.
4. Tidak boleh istijmar dengan benda-benda berikut:
a. Tidak istinja’ dengan tulang, atau dengan kotoran hewan.
“Janganlah kalian beristinja` dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang, karena sesungguhnya dia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin.” (HR. Abu Daud no. 39, At-Tirmizi no. 18, dan An-Nasai no. 39)
b. Tidak beristinja’atau cebok dengan tangan kanan, dan tidak menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan.
“Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam bejana saat minum.” (HR. Al-Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
c. Tidak beristinja’ dengan sesuatu yang di dalamnya terdapat manfaat seperti buah -buahan, daun dan lain sebagainya’ . terutama ketika pergi ke kebun atau ke hutan maka dia harus memperhatikan beberapa tanaman yang bisa dipakai untuk istinja’, bukan yang berduri yang bisa membahayakan kemaluan begitu juga bukan sesuatu yang bisa dimanfaatkan manusia baik buah-buahan atau daun.
d. Tidak beristinja dengan sesuatu yang bernilai seperti makanan.
f. Benda yang tidak bisa menyerap air.
g. Benda yang mempunyai kehormatan, semisal kertas-kertas yang berisi ajaran agama.
5. Di antara adab dalam buang air lainnya adalah:
a. Makruhnya buang air menghadap kiblat berdasarkan hadits Salman di atas, sebagaimana yang telah kami terangkan sebelumnya.
b. Tidak boleh beristinja’ baik buang air besar dan kecil dengan menggunakan tangan kanan.
Maraji’
1. Hadits Muslim
2. Minhajul Muslim Abu Bakar Jabir Al-Jazairi
3. Ighotsatul lahfan Ibnu qoyyim
Penjelasan ringkas:
Diantara kemudahan yang diberikan oleh syariat adalah bolehnya istijmar yaitu bersuci dari buang air dengan menggunakan batu atau yang semisalnya, dengan syarat benda-benda itu kering lagi bisa menyerap air serta bukan benda yang dilarang oleh syariat, misalnya: Tisu kering, daun kering, kertas, dan seterusnya.
Perlu diketahui bahwa istijmar bukanlah pengganti dari bersuci dengan air, akan tetapi dia merupakan alternatif yang juga bisa dilakukan walaupun ada air, walaupun tentu saja yang lebih utama adalah bersuci dengan menggunakan air karena dia merupakan asal alat bersuci dan lebih membersihkan najis.
Dari dalil-dali di atas, ada beberapa perkara yang perlu diketahui berkenaan dengan istijmar -selain dari apa yang baru saja kami sebutkan-:
1. Wajib menggunakan minimal tiga batu atau tiga lembar tisu, dan seterusnya. Karenanya jika dengan dua batu saja najis sudah hilang maka wajib untuk menambah batu ketiga, karena tidak boleh istijmar kurang dari tiga batu berdasarkan hadits Salman di atas.
قَالَ لَهُ رَجُلٌ إِنَّ صَاحِبَكُمْ لَيُعَلِّمُكُمْ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ أَجَلْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِأَيْمَانِنَا أَوْ نَكْتَفِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ
"Seseorang bertanya kepadaku, 'Apakah temanmu (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarimu sampai masalah buang hajat? 'Aku menjawab, 'Ya, beliau shallallahu 'alaihi wasallam melarang kami menghadap kiblat sewaktu buang air besar atau buang air kecil, atau bersuci dengan tangan kanan atau hanya mencukupkan (bersuci) dengan batu kurang dari tiga." ( HR. Nasa’I ) Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ishaq bin Rahawaih.
2. Tidak boleh istijmar dengan menggunakan satu batu besar lalu mengusap najis pada ketiga sisi batu tersebut. Yaitu dengan mengunakan beberapa batu kerikil.
3. Wajibnya untuk mengganjilkan jumlah batu yang dipakai istijmar berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas. Karenanya jika najisnya sudah hilang hanya dengan 4 batu maka dia wajib untuk menambah batu kelima, dan demikian seterusnya.
4. Tidak boleh istijmar dengan benda-benda berikut:
a. Tidak istinja’ dengan tulang, atau dengan kotoran hewan.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَنْجُوا بِالرَّوْثِ وَلَا بِالْعِظَامِ فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنْ الْجِنِّ
“Janganlah kalian beristinja` dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang, karena sesungguhnya dia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin.” (HR. Abu Daud no. 39, At-Tirmizi no. 18, dan An-Nasai no. 39)
b. Tidak beristinja’atau cebok dengan tangan kanan, dan tidak menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan.
قالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ
“Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam bejana saat minum.” (HR. Al-Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
c. Tidak beristinja’ dengan sesuatu yang di dalamnya terdapat manfaat seperti buah -buahan, daun dan lain sebagainya’ . terutama ketika pergi ke kebun atau ke hutan maka dia harus memperhatikan beberapa tanaman yang bisa dipakai untuk istinja’, bukan yang berduri yang bisa membahayakan kemaluan begitu juga bukan sesuatu yang bisa dimanfaatkan manusia baik buah-buahan atau daun.
d. Tidak beristinja dengan sesuatu yang bernilai seperti makanan.
f. Benda yang tidak bisa menyerap air.
g. Benda yang mempunyai kehormatan, semisal kertas-kertas yang berisi ajaran agama.
5. Di antara adab dalam buang air lainnya adalah:
a. Makruhnya buang air menghadap kiblat berdasarkan hadits Salman di atas, sebagaimana yang telah kami terangkan sebelumnya.
b. Tidak boleh beristinja’ baik buang air besar dan kecil dengan menggunakan tangan kanan.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَنْجُوا بِالرَّوْثِ وَلَا بِالْعِظَامِ فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنْ الْجِنّ
مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ وَمَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ
Maraji’
1. Hadits Muslim
2. Minhajul Muslim Abu Bakar Jabir Al-Jazairi
3. Ighotsatul lahfan Ibnu qoyyim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar